Eflin Fauza, Siswa SMAN
1 Rejotangan
Membahas Program Wajib belajar ditengah pandemi sepertinya sudah ketinggalan jaman. Tapi itu sangat menarik sungguh!
Program “Wajar” atau biasa
disebut Wajib Belajar, apa yang terbayang dipikiran kalian saat mendengar kata
itu Readers? Yups, pastinya kata itu sudah umum sekali bukan? Entah itu di
lingkungan pembelajaran, di televisi, atau malah di media sosial kalian. Asal
kalian tahu Readers, program wajb belajar sudah dicanangkan oleh pemerintah
sejak tahun 1984, hanya saja saat itu masih sebatas gerakan wajib belajar 6
tahun atau setara dengan jenjang Sekolah Dasar. Kemudian program tersebut
berlanjut ke dekade berikutnya meningkat menjadi wajib belajar 9 tahun atau
setara dengan jenjang Sekolah Menengah Pertama. Dan pada tahun 2015
menjadi wajib belajar 12 tahun atau
setara dengan jenjang Sekoalah Menengah Atas. Wow, bukankah itu
berarti ada sebuah upaya pemerintah kita untuk meningkatkan kualitas dan sistem
pendidikan kita Readers?
Selalu ada program-program
baru serta pembenahan ditiap dekadenya. Saya sebagai pelajar yakin dan berpositif thinking, tentunya itu demi
anak-anak Indonesia generasi penerus bangsa. Pemerintah senantiasa tidak mau
tinggal diam, tidak mau terkalahkan, dan tidak pernah mau ketinggalan zaman
dengan sistem pendidikan negara lain.
Apalagi kita sekarang
adalah anak milineal yang hidup di zaman serba canggih teknologi dan
informatikanya, ya benar “Generasi 4.0” kata orang-orang. Eits, tapi tunggu
dulu sebelum itu apakah kalian tahu, mengapa pemerintah mencanangkan program
wajib belajar? Jadi mari kita bahas tentang Program WAJIB BELAJAR dari
Pemerintah.
Ketika pemerintah
bersemangat menerapkan kurikulum dan kebijakan baru, Pemerintah lupa dengan
masalah mendasar pendidikan Wajib Belajar tersebut. Memang, di era Milenial
sudah tidak jaman lagi memikirkan program Wajib Belajar, kita harus beracu pada
teknologi pembelajaran, tapi gimana dong? Realita di lapangan begitu, padahal sekolah saya
merupakan sekolah lingkungan pinggiran yang cenderung susah-susah
gampang dalam hal berpendidikan.
Kita perlu tahu dan
belajar bersama, dikutip dari laman psmk.kemendikbud.go.id,bahwa program wajib
belajar adalah salah satu program upaya pemerintah kepada masyarakat untuk mendapatkan
layanan pendidikan sampai tamat satuan pendidikan menengah,dan mencegah peserta
didik dari kemungkinan putus sekolah. Dan kalian juga pasti tahu di dalam UU
No.20 Pasal 5 ayat (1) Tahun 2003 dijelaskan bahwa ”setiap warga negara
mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”. Tetapi
Readers, sangat disayangkan program pemerintah tersebut belum terlaksana dengan
sempurna sesuai keinginan pemerintah kita, justru malah menambah beban masalah
di setiap dekadenya.
Mengapa oh mengapa? Apakah
kalian tahu sebabnya Readers? Yuks,kita kupas secara tajam setajam cuitan
Netizen. Tahu kah kalian, bahwa angka putus sekolah di Indonesia semakin tinggi
setiap dekade nya. Hal itulah menjadi kendala mengapa program wajib belajar
belum kunjung sempurna sesuai harapan. Lalu, mengapa teman-teman kita
memutuskan untuk berhenti sekolah? Tentu, ada banyak untuk itu. Malas belajar,
yups hal ini sangatlah umum dikalangan pelajar Indonesia.
Seperti yang saya amati
saat saya bersekolah, banyak teman-teman saya memilih bermain game, gadget,
tidur, dan bermain handphone daripada
belajar. Menurut pendapat saya, tidak ada murid atau anak yang bodoh, mereka
semua terlahir pintar, walaupun memang memiliki kekurangan dan kelebihan
masing-masing, hanya saja mereka malas untuk memberdayakan kapasitas otak
mereka. Ketika Readers membaca ini tentunya Readers paham, saya siswa seperti
apa. Bukan! Saya bukan siswa yang pintar dengan nilai akademi sempurna, yaaa
tapi setidaknya saya paham kewajiban saya sebagai pelajar. Dan finally saya miris melihat teman-teman
saya.
Kembali lagi, keadaan yang
saya ceritakan di atas diperparah dengan rendahnya angka minat baca siswa di
Indonesia. Ya hal itu kembali lagi mengingatkan saya ketika pembelajaran Bahasa
Indonesia dimana guru kami sangat menggiatkan literasi, teman-teman saya hanya
membuka halaman depan, tengah, dan akhir untuk mengapresiasi sebuah Novel. Itu
miris, tapi itu sudah umum. Dan terlalu banyak toleransi.
Sering kali siswa akan
langsung bertanya kepada temanya mengenai sebuah pertanyaan atau soal tanpa
membaca sebelumnya. Dan anehnya lagi Readers, saat mereka memutuskan untuk
mencari jawaban dengan membaca mereka justru tidak yakin dengan hasil jawaban
yang mereka dapatkan, menurut mereka jawaban temannya adalah yang paling benar
dan logis. Dan saat tugas dan Pekerjaan Rumah mereka menumpuk layaknya Gunung
Semeru, mereka akan lebih malas mengerjakan itu semua. Akhirnya opsi yang akan mereka pilih adalah tidak
masuk sekolah atau bolos. Sebagian besar dari mereka yang sering bolos mereka
adalah anak-anak yang sudah salah dalam pergaulannya.
Hal itu akhirnya
menyebabkan siswa memutuskan tidak bersekolah lagi. Mereka lebih memilih
bermain, berpacaran, hingga akhirnya menikah usia dini. Orang tua mereka pun
mengiyakan, menerima apa yang mereka lakukan, sungguh miris bukan? Saya juga
meneliti beberapa teman saya yang memutuskan untuk tidak bersekolah, dan
jawaban mereka adalah.. Broken Home. So..
kata mereka kekurangan kasih sayang dari orang tua, dan juga orang tua mereka
lebih mementingkan urusan pribadi atau pekerjaan. Jadi Readers, saya harap
kalian yang masih memiliki keluarga yang lengkap dan harmonis, bersyukurlah
kalian.
Ekonomi, nah ini juga
menjadi salah satu penyebab mengapa siswa di Indonesia putus sekolah. Dari yang
saya lihat faktor ekonomi disini berperan penting bukan karena orang tua tidak
bisa membiayai sekolah anak, toh sekarang banyak program sekolah gratis dari
pemerintah. Masalahnya adalah, ketika anak besekolah, orang tua membutuhkan
mereka untuk membantu mencari uang. Memenuhi kebutuhan sehari-hari, jikalau
ditinggal bersekolah maka keluarga tidak bisa mencari nafkah. Apalagi sekarang
sekolah diterapkan full day, sekolah
berangkat pagi dan pulang sore. Tentunya hal itu akan sangat mengganggu
Nah, disitulah mengapa
terkadang para anak lebih memilih membantu perekonomian keluarga dari pada
bersekolah menghabiskan banyak uang. Loh bukannya pemerintah memberikan bantuan
dana dari sekolah ya kak bagi anak-anak yang kurang mampu? Yup, sekali lagi
benar. Disetiap sekolah sudah ada bantuan seperti itu. Mirisnya, mereka yang
mendapat bantuan adalah mereka yang sebagian besar berasal golongan keluarga
yang mampu bisa dibilang salah sasaran. Entah mengapa kok bisa ya salah
sasaran, saya juga bingung.
Sebenarnya, orang tua
mereka memiliki harapan yang sangat besar, agar kelak anak-anak mereka nanti
tidak menjadi seperti orang tuanya. Mereka bisa bersekolah sampai ke jenjang
perguruan tinggi, menjadi anak yang sukses.Tapi, yah balik lagi ya Readers
memang rezeki setiap orang sudah diatur oleh Tuhan YME, kita hanya
menjalaninya, para orang tua juga pasrah dan rela anak mereka putus sekolah.
Mengapa? karena di sisi lain anak-anak mereka pun tidak ingin membuat beban
orang tua lebih berat alhasil mereka memilih putus sekolah dan membantu bekerja
dengan orang tua mereka.
Disisi lain Readers,ada
juga lo orang tua yang tidak ingin menyekolahkan anak mereka, para orang tua
mereka berkata “buat apa sekolah, percuma ngabis-ngabisin uang, mending uangnya
buat makan”. Jadi disisi lain memang masyarakat juga kurangnya kerjasama dengan
pemerintah. Ketidakseriusan pemerintah dalam melaksanakan program wajib
belajar. Loh Kak kok pemerintah juga alasanya, kan pemerintah malah ingin
pendidikan di Indonesia maju?
Sekali lagi memang benar
adanya jika pemerintah ingin memajukan sistem pendidikan maupun mengurangi
tingginya angka putus sekolah, tetapi apa yang terjadi? Saya sebagai siswa
mengalami, pergantian kurikulum yang terlalu gegabah seringkali menjadikan saya
korban, sungguh! Terkadang niat baik pemerintah tidak dibarengi dengan usaha
Evaluasi dan kontrol dalam pelaksanaanya. Hanya sekedar Aturan dan
pengaplikasian tanpa evaluasi menyeluruh. Akhirnya ya begitu, sedikit sedikit
berganti dan tidak fokus.
Ditambah lagi dengan
Korupsi para pejabat Pemerintah, saya yang hanya awam melihat di berit saja
bergeleng-geleng kepala. Yang saya lihat dan dengar, pemerintah pusat sudah
banyak memberikan anggaran dana kepada pemerintah-pemerintah daerah, tetapi
kenyataanya hanya 50% dana yang mereka berikan ke sekolah-sekolah, sebagiannya
lagi mereka pakai, miris bukan. Yang seharusnya para anak-anak yang kurang
mampu mendapatkan bantuan dana dengan rata,malah pemerintah menambah beban
mereka. Entah apa yang beliau-beliau pikirkan, apakah mereka lebih senang jika
para generasi bangsa ini tidak melanjutkan sekolah? Program wajar ini layaknya
suara yang mati. Pemerintah yang menginginkan pendidikan di Indonesia ini maju
akan tetapi mereka juga yang menyebabkan terhambatnya program yang mereka buat.
Jadi Readers, itulah
beberapa alasan kuat penyebab putus sekolah para siswa meskipun masih ada
banyak alasan lain. Disini, pemerintah memang sudah menyatakan tidak mudah
membuat program wajib belajar dapat berjalan lancar, akan selalu ada
hambatannya. Pemerintah dan pihak sekolah-sekolah pun juga sudah membuat
berbagai upaya untuk memberikan semangat dan motivasi para siswa agar tidak
putus sekolah.
Di era pendidikan Melek
Teknologi yang digawangi oleh Mas Menteri Nadiem Makarim dan bertepatan dengan era belajar Online
saya sebagai siswa berharap semoga permasalahan yang terjadi sedikit
bisa teratasi, jangan sampai malah menambah masalah baru. Mari Readers,
sama-sama kita membantu pemerintah mensukseskan program-program pemerintah demi
kemajuan pendidikan di Indonesia! Percaya dulu, berbakti, dan laksanakan selama
itu baik. Jangan lupa juga Readers, tanamkan hobi membaca. Selamat belajar!
Merdeka belajar!
No comments:
Post a Comment