Sunday, August 30, 2020

Apa Kabar Program Wajar (Wajib Belajar) di Era Pandemi?

 

Eflin Fauza,  Siswa SMAN 1 Rejotangan

Membahas Program Wajib belajar ditengah pandemi sepertinya sudah ketinggalan jaman. Tapi itu sangat menarik sungguh!

Program “Wajar” atau biasa disebut Wajib Belajar, apa yang terbayang dipikiran kalian saat mendengar kata itu Readers? Yups, pastinya kata itu sudah umum sekali bukan? Entah itu di lingkungan pembelajaran, di televisi, atau malah di media sosial kalian. Asal kalian tahu Readers, program wajb belajar sudah dicanangkan oleh pemerintah sejak tahun 1984, hanya saja saat itu masih sebatas gerakan wajib belajar 6 tahun atau setara dengan jenjang Sekolah Dasar. Kemudian program tersebut berlanjut ke dekade berikutnya meningkat menjadi wajib belajar 9 tahun atau setara dengan jenjang Sekolah Menengah Pertama. Dan pada tahun 2015 menjadi  wajib belajar 12 tahun atau setara dengan jenjang Sekoalah Menengah Atas. Wow, bukankah itu berarti ada sebuah upaya pemerintah kita untuk meningkatkan kualitas dan sistem pendidikan kita Readers?

Selalu ada program-program baru serta pembenahan ditiap dekadenya. Saya sebagai pelajar yakin dan berpositif thinking, tentunya itu demi anak-anak Indonesia generasi penerus bangsa. Pemerintah senantiasa tidak mau tinggal diam, tidak mau terkalahkan, dan tidak pernah mau ketinggalan zaman dengan sistem pendidikan negara lain.

Apalagi kita sekarang adalah anak milineal yang hidup di zaman serba canggih teknologi dan informatikanya, ya benar “Generasi 4.0” kata orang-orang. Eits, tapi tunggu dulu sebelum itu apakah kalian tahu, mengapa pemerintah mencanangkan program wajib belajar? Jadi mari kita bahas tentang Program WAJIB BELAJAR dari Pemerintah.

Ketika pemerintah bersemangat menerapkan kurikulum dan kebijakan baru, Pemerintah lupa dengan masalah mendasar pendidikan Wajib Belajar tersebut. Memang, di era Milenial sudah tidak jaman lagi memikirkan program Wajib Belajar, kita harus beracu pada teknologi pembelajaran, tapi gimana dong? Realita di lapangan begitu, padahal sekolah saya merupakan sekolah lingkungan pinggiran yang cenderung susah-susah gampang dalam hal berpendidikan.

Kita perlu tahu dan belajar bersama, dikutip dari laman psmk.kemendikbud.go.id,bahwa program wajib belajar adalah salah satu program upaya pemerintah kepada masyarakat untuk mendapatkan layanan pendidikan sampai tamat satuan pendidikan menengah,dan mencegah peserta didik dari kemungkinan putus sekolah. Dan kalian juga pasti tahu di dalam UU No.20 Pasal 5 ayat (1) Tahun 2003 dijelaskan bahwa ”setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”. Tetapi Readers, sangat disayangkan program pemerintah tersebut belum terlaksana dengan sempurna sesuai keinginan pemerintah kita, justru malah menambah beban masalah di setiap dekadenya.

Mengapa oh mengapa? Apakah kalian tahu sebabnya Readers? Yuks,kita kupas secara tajam setajam cuitan Netizen. Tahu kah kalian, bahwa angka putus sekolah di Indonesia semakin tinggi setiap dekade nya. Hal itulah menjadi kendala mengapa program wajib belajar belum kunjung sempurna sesuai harapan. Lalu, mengapa teman-teman kita memutuskan untuk berhenti sekolah? Tentu, ada banyak untuk itu. Malas belajar, yups hal ini sangatlah umum dikalangan pelajar Indonesia.

Seperti yang saya amati saat saya bersekolah, banyak teman-teman saya memilih bermain game, gadget, tidur, dan bermain handphone daripada belajar. Menurut pendapat saya, tidak ada murid atau anak yang bodoh, mereka semua terlahir pintar, walaupun memang memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing, hanya saja mereka malas untuk memberdayakan kapasitas otak mereka. Ketika Readers membaca ini tentunya Readers paham, saya siswa seperti apa. Bukan! Saya bukan siswa yang pintar dengan nilai akademi sempurna, yaaa tapi setidaknya saya paham kewajiban saya sebagai pelajar. Dan finally saya miris melihat teman-teman saya.

Kembali lagi, keadaan yang saya ceritakan di atas diperparah dengan rendahnya angka minat baca siswa di Indonesia. Ya hal itu kembali lagi mengingatkan saya ketika pembelajaran Bahasa Indonesia dimana guru kami sangat menggiatkan literasi, teman-teman saya hanya membuka halaman depan, tengah, dan akhir untuk mengapresiasi sebuah Novel. Itu miris, tapi itu sudah umum. Dan terlalu banyak toleransi.

Sering kali siswa akan langsung bertanya kepada temanya mengenai sebuah pertanyaan atau soal tanpa membaca sebelumnya. Dan anehnya lagi Readers, saat mereka memutuskan untuk mencari jawaban dengan membaca mereka justru tidak yakin dengan hasil jawaban yang mereka dapatkan, menurut mereka jawaban temannya adalah yang paling benar dan logis. Dan saat tugas dan Pekerjaan Rumah mereka menumpuk layaknya Gunung Semeru, mereka akan lebih malas mengerjakan itu semua. Akhirnya opsi yang akan mereka pilih adalah tidak masuk sekolah atau bolos. Sebagian besar dari mereka yang sering bolos mereka adalah anak-anak yang sudah salah dalam pergaulannya.

Hal itu akhirnya menyebabkan siswa memutuskan tidak bersekolah lagi. Mereka lebih memilih bermain, berpacaran, hingga akhirnya menikah usia dini. Orang tua mereka pun mengiyakan, menerima apa yang mereka lakukan, sungguh miris bukan? Saya juga meneliti beberapa teman saya yang memutuskan untuk tidak bersekolah, dan jawaban mereka adalah.. Broken Home. So.. kata mereka kekurangan kasih sayang dari orang tua, dan juga orang tua mereka lebih mementingkan urusan pribadi atau pekerjaan. Jadi Readers, saya harap kalian yang masih memiliki keluarga yang lengkap dan harmonis, bersyukurlah kalian.

Ekonomi, nah ini juga menjadi salah satu penyebab mengapa siswa di Indonesia putus sekolah. Dari yang saya lihat faktor ekonomi disini berperan penting bukan karena orang tua tidak bisa membiayai sekolah anak, toh sekarang banyak program sekolah gratis dari pemerintah. Masalahnya adalah, ketika anak besekolah, orang tua membutuhkan mereka untuk membantu mencari uang. Memenuhi kebutuhan sehari-hari, jikalau ditinggal bersekolah maka keluarga tidak bisa mencari nafkah. Apalagi sekarang sekolah diterapkan full day, sekolah berangkat pagi dan pulang sore. Tentunya hal itu akan sangat mengganggu

Nah, disitulah mengapa terkadang para anak lebih memilih membantu perekonomian keluarga dari pada bersekolah menghabiskan banyak uang. Loh bukannya pemerintah memberikan bantuan dana dari sekolah ya kak bagi anak-anak yang kurang mampu? Yup, sekali lagi benar. Disetiap sekolah sudah ada bantuan seperti itu. Mirisnya, mereka yang mendapat bantuan adalah mereka yang sebagian besar berasal golongan keluarga yang mampu bisa dibilang salah sasaran. Entah mengapa kok bisa ya salah sasaran,  saya juga bingung.

Sebenarnya, orang tua mereka memiliki harapan yang sangat besar, agar kelak anak-anak mereka nanti tidak menjadi seperti orang tuanya. Mereka bisa bersekolah sampai ke jenjang perguruan tinggi, menjadi anak yang sukses.Tapi, yah balik lagi ya Readers memang rezeki setiap orang sudah diatur oleh Tuhan YME, kita hanya menjalaninya, para orang tua juga pasrah dan rela anak mereka putus sekolah. Mengapa? karena di sisi lain anak-anak mereka pun tidak ingin membuat beban orang tua lebih berat alhasil mereka memilih putus sekolah dan membantu bekerja dengan orang tua mereka.

Disisi lain Readers,ada juga lo orang tua yang tidak ingin menyekolahkan anak mereka, para orang tua mereka berkata “buat apa sekolah, percuma ngabis-ngabisin uang, mending uangnya buat makan”. Jadi disisi lain memang masyarakat juga kurangnya kerjasama dengan pemerintah. Ketidakseriusan pemerintah dalam melaksanakan program wajib belajar. Loh Kak kok pemerintah juga alasanya, kan pemerintah malah ingin pendidikan di Indonesia maju?

Sekali lagi memang benar adanya jika pemerintah ingin memajukan sistem pendidikan maupun mengurangi tingginya angka putus sekolah, tetapi apa yang terjadi? Saya sebagai siswa mengalami, pergantian kurikulum yang terlalu gegabah seringkali menjadikan saya korban, sungguh! Terkadang niat baik pemerintah tidak dibarengi dengan usaha Evaluasi dan kontrol dalam pelaksanaanya. Hanya sekedar Aturan dan pengaplikasian tanpa evaluasi menyeluruh. Akhirnya ya begitu, sedikit sedikit berganti dan tidak fokus.

Ditambah lagi dengan Korupsi para pejabat Pemerintah, saya yang hanya awam melihat di berit saja bergeleng-geleng kepala. Yang saya lihat dan dengar, pemerintah pusat sudah banyak memberikan anggaran dana kepada pemerintah-pemerintah daerah, tetapi kenyataanya hanya 50% dana yang mereka berikan ke sekolah-sekolah, sebagiannya lagi mereka pakai, miris bukan. Yang seharusnya para anak-anak yang kurang mampu mendapatkan bantuan dana dengan rata,malah pemerintah menambah beban mereka. Entah apa yang beliau-beliau pikirkan, apakah mereka lebih senang jika para generasi bangsa ini tidak melanjutkan sekolah? Program wajar ini layaknya suara yang mati. Pemerintah yang menginginkan pendidikan di Indonesia ini maju akan tetapi mereka juga yang menyebabkan terhambatnya program yang mereka buat.

Jadi Readers, itulah beberapa alasan kuat penyebab putus sekolah para siswa meskipun masih ada banyak alasan lain. Disini, pemerintah memang sudah menyatakan tidak mudah membuat program wajib belajar dapat berjalan lancar, akan selalu ada hambatannya. Pemerintah dan pihak sekolah-sekolah pun juga sudah membuat berbagai upaya untuk memberikan semangat dan motivasi para siswa agar tidak putus sekolah.

Di era pendidikan Melek Teknologi yang digawangi oleh Mas Menteri Nadiem Makarim dan bertepatan dengan era belajar Online  saya sebagai siswa berharap semoga permasalahan yang terjadi sedikit bisa teratasi, jangan sampai malah menambah masalah baru. Mari Readers, sama-sama kita membantu pemerintah mensukseskan program-program pemerintah demi kemajuan pendidikan di Indonesia! Percaya dulu, berbakti, dan laksanakan selama itu baik. Jangan lupa juga Readers, tanamkan hobi membaca. Selamat belajar! Merdeka belajar!

No comments:

Post a Comment